Siapa yang menemukan alasan untuk hidup, ia dapat menyelesaikan masalah dengan cara apapun

Rabu, 17 Desember 2008

Dimana Tangan-tangan Tuhan itu?

Saya menghadiri sebuah seminar pagi itu. Diadakan oleh MK. Dengan sebab-sebab tertentu saya datang di seminar itu. Tanpa referensi yang dalam atas tema dan pembicara seminar, saya melenggang dengan harapan pengetahuan dan pengalamanku makin tertambah. saya punya alasan pembenar: jangan melihat siapa yang bicara, tapi apa yang dibicarakan.

Ternyata yang bicara adalah Jakob Tobing. Mantan politisi PDIP yang dibesarkan di Golkar. mungkin MK mempersembahkan seminar itu hanya untuk Tobing. Atau sebaliknya, Tobing menganugerahkan seminar itu untuk MK. Yang terang, tangan saya menenteng tas berisi dua buku baik dan tebal yang ditulis Tobing dan diterbitkan MK. Yang terang, saya mengakhiri seminar itu dengan makan siang yang lebih lama dari biasanya.

saya sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan pembahasannya--yang sebenarnya lebih berguna bagi penyuka bidang hukum. Seminar membahas evalusasi di sana sini tentang perubahan UUD 1945 yang menginjak kurun 10 tahun--dari pertama kalinya diubah.

Sambil menikmati secangkir kopi campur cream yang disuguhi panitia (seperti biasa, perempuan-perempuan muda) saya mendengar sayup-sayup sampai kajian Tobing itu. Dalam kesayupan, saya menelisik dibalik laman buku itu. satu satu saya balik pagina buku. Dan, sebagaimana ketertarikan pecinta psikologi umumnya (atau psikologi naif?), saya mengamati otobiografis pergulatan hidupnya.

Saya tertarik pada dua subtema: masa titik baliknya dari 'orang biasa' menuju pentas politik. Dan, kedua, bagaimana orang lain (teman-temannya) mengupas kilas tentang pribadi Tobing.
Ternyata ia menjadi anggota DPR dalam usai 24 tahun! Lebih muda tiga tahun dari usia saya saat ini. Walau dari utusan golongan, setidaknya ia sudah punya peran menonjol sejak masih mahasiswa dulu. ia utusan pemuda dari Bandung, bersama Rahmat (?) Tolleng dan kawan-kawannya yang lain. Di DPR lah ia berada, sampai usianya diantar menuju tua (hampir 30 tahun sebagai politisi). Sampai sekarang, ia dikenal sebagai politisi senior yang kemampuan diplomasinya (saat ini ia seorang diplomat) tidak bisa diabaikan. Yang kesabaran dalam menghadapi orang, mungkin, lebih Jawa dari orang Jawa.

Dalam sudut dalam sampul bukunya, Tobing menera, "Saya ingin memberikan sebuah testimoni bahwa semua tugas yang diberikan kepada saya itu datang dengan sendirinya menghampiri saya, bukan sesuatu yang saya kejar dengan daya upaya dan cara. oleh karena itu saya selalu berusaha memahami pasti ada campur tangan Tuhan dalam perjalanan hidup saya itu..." (Beruasaha Turut Melayani, Memoar Politik Jakob Tobing, 2008)

Saya tiba-tiba teringat buku The Secret-nya Rhoda Byrne, Visualisasi Kreatif-nya Shakti Gwain, dan Sang AlKemis-nya Paulo Coelho. Sebatas tangkapan saya, semuanya mengajarkan keyakinan atas sesuatu yang kita inginkan. Tentu, dengan mengurangi deprivasi keinginan kita itu, mendekatkan diri pada keinginan itu, melalui usaha-usaha yang tekun dan sonder kata menyerah...

Kata Paulo Coelho, "...when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it..." (The Alchemist, p.6).
Namun, saat ini saya masih menanya pada diri saya sendiri: dimanakah Tangan-tangan Tuhan itu? Mungkin pertanyaan ini juga mengena pada para 'calon politisi' yang hendak melenggang di DPR, dengan segala jerih yang payah, dalam hitungan beberapa puluh hari lagi...
Hatur salam buat Mas Joko, mas Fami, Kang Aris... Bener-bener Wonge Dewek.

2 komentar:

  1. Masa Iya Tangan Tuhan perlu dipertanyakan :D

    BalasHapus
  2. maaf bang,,,,,ni bukan komentar tapi cuma mau ngetes tulisan..he..he..
    salam perjuangan..._dds PII Palembang...

    BalasHapus

terima kasih Anda telah membaca tulisan ini. Harap tinggalkan komentar sebelum meninggalkan halaman ini.